Sumbersuko, Lumajang dikenal menjadi salah satu daerah penghasil pasir
terbaik di Indonesia. Di daerah kaki Gunung Semeru ini, orang tinggal pilih. Mau
pasir bangunan atau pasir besi.
Untuk komoditas pertama, pengeruk tinggal membayar Rp 5.000/meter kubik pada
perusahaan yang telah ditunjuk Pemkab untuk mengelolanya. Komoditas jenis kedua
jauh lebih mahal. Pasir besi ini tidak ada di sembarang tempat. Hanya
daerah-daerah tertentu di Indonesia yang punya pasir komoditas ekspor ini. Tapi
tidak sembarang orang bisa seenaknya mengeruk. Hanya perusahaan yang mengantongi
izin dari pemerintah pusat yang bisa mengambilnya.
Di Lumajang, kawasan berlimpah pasir tersebar di sungai-sungai Kecamatan
Pronojiwo, Pasirian, Pasrujambe dan Candipuro. Di sini truk pengangkut pasir
terlihat menyemut setiap hari. Ratusan truk bertonase besar di luar kelas jalan,
hilir mudik, keluar masuk. Mulai truk kecil, dengan muatan delapan meter kubik
pasir, sampai trailer, yang mampu membawa 24 meter kubik pasir, kini jadi
pemandangan umum di Lumajang.
Penambangan pasir di Lumajang sendiri terdiri dari pasir kali dan pasir besi.
Keduanya sangat berbeda. Pasir kali adalah pasir yang digunakan untuk bahan
bangunan. Sementara pasir besi, diolah lagi untuk diambil kandungan bijih
besinya.
Dari data yang didapat Surya di lapangan, hak kepengelolaan kedua pasir
tersebut sama-sama ditangani orang luar. Pasir besi ditangani beberapa investor,
yang paling besar, adalah PT Indo Modern Mining Sejahtera (IMMS), yang kabarnya
dimiliki investor asal Hong Kong. Sedang untuk pasir kali atau pasir bangunan,
Pemkab Lumajang memberikan hak kepada PT Mutiara Halim untuk menangani
retribusinya.
Jadi, PT Mutiara Halim diberi hak melakukan pungutan resmi ke truk-truk
pembawa pasir dari Lumajang. Setiap truk pengangkut pasir, akan ditarik
retribusi sebesar Rp 5.000 setiap meter kubiknya. Sebagai kompensasi, PT MH
wajib menyetor uang sebesar Rp 1,4 Miliar setiap tahunnya ke Pemkab.
“Sebetulnya maksudnya bagus, pihak swasta yang menertibkan pungutan. Karena
kalau pemerintah yang melakukan pungutan ini, bisa-bisa malah banyak bocornya,”
kata Aak Abdullah, pimpinan Laskar Hijau, sebuah LSM pelestarian lingkungan di
Lumajang. Sumber : TribunNews
0 komentar